Kantung plastik sekali pakai sudah menjadi salah satu produk plastik yang paling banyak digunakan masyarakat di dunia. Berdasarkan data dari kegiatan Global Brand Audit 2019 yang dipaparkan Greenpeace Indonesia, kantung plastik bertengger di deretan teratas produk plastik yang menjadi sampah. Pada kegiatan yang berfokus pada pembersihan wilayah pesisir dan sungai di kota diseluruh dunia itu, ada 59.168 kantung plastik yang ditemukan, disusul kemasan sachet sebanyak 53.369 buah, dan botol air mineral sebanyak 29.142 buah.
Tidak mengherankan sebenarnya mengetahui fakta bahwa kantung plastik sekali pakai mendominasi produksi sampah di dunia. Sesuai dengan namanya, kantung ini memang dirancang untuk pemakaian dalam jangka pendek, beberapa bahkan digunakan hanya satu kali, contohnya, kantung plastik untuk mengemas botol minuman pinggir jalan.
Di Indonesia sendiri, beberapa wilayah telah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan kantung plastik sekali pakai, tak terkecuali DKI Jakarta yang menerapkannya per tanggal 1 Juli 2020. Sejak adanya peraturan tersebut, beragam produk kantung plastik mulai bermunculan untuk menggeser posisi kantung kresek konvensional, diantaranya kantung biodegradable dan kantung compostable, dua kantung yang juga dikenal dengan sebutan kantung bioplastik. Kantung yang terbuat dari bahan pangan ini dinilai memiliki karakter yang ramah lingkungan dan dianggap tepat menggantikan penggunaan kantung plastik konvensional.
Pemerintah DKI Jakarta sendiri dalam Peraturan Gubernur No. 142 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantung Belanja Ramah Lingungan, setidaknya telah menetapkan empat unsur yang harus dipenuhi produk kantung belanja agar bisa dikategorikan sebagai kantung belanja ramah lingkungan. Adapun empat unsur tersebut yaitu, bersifat guna ulang, artinya kantung belanja harus bisa digunakan berulang kali; terbuat dari daun kering, kertas, kain, polyester, dan materi daur ulang lainnya; memiliki ketebalan yang memadai; serta bisa didaur ulang.
Meskipun kantung belanja bioplastik memenuhi unsur kedua dan ketiga, kantung ini tidak masuk dalam kriteria pertama dan keempat. Menurut Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan ICEL, Fajri Fadhilah, kantung belanja bioplastik tidak dirancang untuk penggunaan berulang kali. Hal tersebut dapat dilihat dari kampanye kantung bioplastik yang kerap mencitrakan kantung ini sebagai kantung yang mudah terurai dan bisa dikompos. Dengan kata lain, penggunaan kantung belanja bioplastik masih berpotensi menghasilkan sampah.
Dengan adanya potensi tersebut, penggunaan kantung belanja bioplastik ditengarai bakal menimbulkan permasalahan serupa seperti yang ditimbulkan kantung plastik sekali pakai, yaitu pengolahan sampah. Alih-alih mengurangi produksi sampah, kantung belanja bioplastik justru akan menambah beban pengolahan sampah ibu kota.
Klaim yang mengatakan kantung bioplastik dapat terurai lebih cepat juga masih diragukan. Sebuah studi berjudul Environmental Deterioration of Biodegradable, Oxo-Biodegradable, Compostable, and Conventional Plastic Carrier Bags in the Sea, Soil, and Open Air Over a 3 Years Period yang dilakukan ahli biologi kelautan Inggris, Ricard Thompson, menunjukkan bahwa kantung biolplastik tidak mudah terurai, bahkan setelah ditimbun di tanah selama tiga tahun.
Dalam penelitiannya itu, Thompson bersama timnya dari Universitas Plymouth, meletakkan beberapa kantung plastik belanja, termasuk bioplastik di tiga lingkungan berbeda, di dalam tanah, di lahan terbuka, dan di laut. Hasil mengejutkan didapat dari pengujian kantung bioplastik yang ditimbun di dalam tanah. Setelah tiga tahun sejak penimbunannya pada tahun 2015, kantung-kantung belanja yang diteliti Thompson tidak mengalami perubahan yang signifikan. Kantung bioplastik masih terlihat utuh, bahkan masih digunakan untuk mengangkut bahan makanan sekitar 2 kilogram.
Selain itu, klaim terkait kantung belanja yang bisa diolah menjadi kompos juga dinilai tidak efisien. Melansir National Geographic, insinyur kimia di Michigan State University, Ramani Narayan, mengatakan meskipun kantung belanja bisa diolah menjadi kompos, prosesnya harus melalui skala industri, bukan rumah tangga. Hal senada juga dilaporkan BBC, Eropa mengeluarkan standar yang mengatur kantung belanja agar bisa dikompos, yaitu EN 13432. Dengan standar ini, kantung belanja compostable diharapkan bisa terurai menggunakan mesin skala industri selama 12 minggu.
Temuan-temuan tersebut semakin menegaskan bahwa kantung bioplastik tidak mendukung cita-cita awal penerapan larangan kantung plastik sekali pakai, yaitu mengurangi produksi sampah. Pemerintah DKI Jakarta harusnya lebih fokus pada upaya pengurangan produksi sampah tersebut, bukan memberi celah pada industri kantung bioplastik yang berpotensi menambah beban pengolahan sampah.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah National Geographic, Thomposon menyarankan agar mengembangkan produk yang memiliki keunggulan pada daya tahan. Dengan demikian, kantung belanja bisa digunakan berulang kali tanpa harus membuangnya. Pernyataannya tersebut sesuai dengan kesimpulan terakhir pada penelitiannya; “Kantung yang bisa digunakan berulang kali merupakan pilihan yang lebih baik dalam upaya penguraian.”