Siaran Pers Bersama
WALHI Jakarta, Greenpeace Indonesia, Rujak CUS, Urban Poor Consortium, Jaringan Rakyat miskin Kota, AKUR
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta baru-baru ini menyelenggarakan konsultasi publik terkait revisi rencana detail tata ruang (RDTR). Sayangnya, proses tersebut tidak mengakomodir keterlibatan masyarakat secara bermakna. Alih-alih menghadirkan aspirasi masyarakat, dalam prosesnya, revisi RDTR justru mempersempit ruang bagi warga Jakarta dalam menyampaikan kehendaknya.
RDTR DKI Jakarta yang sudah disahkan melalui Pergub DKI Jakarta No 31 Tahun 2022, belum sampai dua tahun pelaksanaannya, tiba-tiba direvisi dengan tergesa-gesa. Penyempitan ruang masyarakat Jakarta dalam proses revisi RDTR juga dapat dilihat dari tidak memadainya informasi terkait yang dapat diakses oleh publik. Selain itu, dalam pelaksanaan Konsultasi Publik I – Penyusunan Materi Teknis dan KLHS Revisi RDTR DKI Jakarta pada hari Kamis, 19 September 2024, undangan yang diberikan kepada unsur masyarakat sipil juga sangat terbatas dan mendadak. Undangan baru disampaikan pada Rabu, 18 September 2024 pukul 16.00 atau satu jam sebelum jam kerja formal berakhir. Sebagian besar undangan juga tidak sampai ke email resmi atau pun pesan pribadi perwakilan masyarakat sipil. Waktu yang sangat sempit tersebut tidak hanya menyulitkan masyarakat sipil untuk berpartisipasi, tapi juga mengisyaratkan bahwa kehadiran masyarakat sipil tersebut hanya dianggap sebagai formalitas belaka, tanpa upaya maksimal untuk melibatkan masyarakat secara bermakna dalam proses revisi RDTR DKI Jakarta.
Pelibatan masyarakat sipil yang tidak serius, juga terlihat dari kurangnya pemahaman tim penyusun materi teknis revisi RDTR dalam pembahasan isu-isu juga terlihat dalam proses ini. Pada undangan yang disampaikan, penempatan unsur masyarakat sipil pada kelompok diskusi dilakukan serampangan dan tidak sesuai dengan fokus isu lembaga-lembaga yang dihadirkan sebagai narasumber. Pada materi paparan yang dibagikan bersama undangan juga terdapat isu-isu yang telah menyasar suatu wilayah secara spesifik, namun lagi-lagi tidak ada perwakilan masyarakat dari wilayah tersebut yang diundang dalam konsultasi publik.
Lebih lanjut, organisasi masyarakat sipil menganggap proses tersebut telah mengabaikan hak masyarakat untuk berpartisipasi, serta menunjukkan minimnya komitmen pemerintah terhadap keterbukaan dan inklusivitas dalam pengambilan kebijakan publik. Dengan pendekatan seperti ini, aspirasi masyarakat, terutama kelompok rentan dan kelompok yang terdampak langsung oleh kebijakan tata ruang dan lingkungan tidak terwakili secara memadai. Partisipasi yang terbatas ini berisiko membuat kebijakan yang dihasilkan tidak mencerminkan kebutuhan warga Jakarta secara menyeluruh melainkan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, serta mengabaikan prinsip-prinsip transparansi dan keadilan sosial dalam perencanaan kota.
Sebagai bagian dari tata kelola perkotaan yang baik, partisipasi publik yang bermakna bukanlah hanya soal kehadiran formal, tetapi tentang keterlibatan yang substantif, informatif, dan mampu mempengaruhi hasil akhir kebijakan. Minimnya pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan berpotensi melemahkan prinsip-prinsip partisipasi demokratis dan mencederai keadilan yang menjadi landasan penting dalam perencanaan pembangunan kota.
Berdasarkan pada hal tersebut, kami mendesak Pemerintah Provinsi Jakarta dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan untuk menghentikan seluruh proses revisi rencana detail tata ruang (RDTR) Jakarta karena tidak adanya pelibatan bermakna dari masyarakat, terutama masyarakat yang paling terdampak oleh kebijakan tata ruang dan lingkungan di Jakarta.
Narahubung:
Muhammad Aminullah – Walhi Jakarta (085695523194)
Jeanny Sirait – Greenpeace Indonesia (085810423390)
Amalia Nur Indah Sari – Rujak Center for Urban Studies (087734023012)
Andi – JRMK (082112559854)
Minawati – UPC (0895622141749)
Esher Toding – AKUR (081380105841)