Belum Ada Keseriusan Pemulihan Lingkungan Hidup Dalam Dokumen Visi Misi Calon Gubernur DKI Jakarta

WALHI Jakarta menilai visi misi yang ditawarkan Kandidat Calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta belum berpihak pada pemulihan lingkungan hidup seutuhnya. Merujuk visi misi para calon, baik dari segi cakupan isu, kedalaman isu, serta arah pembangunan ke depan, sektor lingkungan hidup belum menjadi prioritas utama para kandidat cagub dalam membangun Jakarta.

Dari segi cakupan isu, ketiga kandidat hanya menyertakan lima persoalan lingkungan hidup yang akan diselesaikan. Padahal, dari hasil inventarisasi yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, ada 13 persoalan lingkungan yang menjadi isu prioritas. Sedangkan hasil penginventarisasian Walhi Jakarta, ada setidaknya 11 isu yang mendesak untuk diselesaikan.

Selain itu, dari segi kedalaman isu, para kandidat juga cenderung hanya mengatasi permasalahan di permukaan ketimbang menyentuh persoalan struktural. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana strategi pengendalian pencemaran udara, bencana, dan dampak akibat krisis iklim. Sedangkan dalam arah pembangunan ke depan, para kandidat cenderung mengutamakan tujuan pembangunan ekonomi baik di pusat kota, pesisir, dan pulau-pulau kecil, yang sayangnya, strategi tersebut tidak dibarengi upaya pemulihan dan perlindungan lingkungan hidup.

Lebih lanjut, berikut catatan WALHI Jakarta terkait isu lingkungan hidup yang diusung oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta:

Pengutamaan Ekonomi, Konflik Ruang, dan Gentrifikasi

Jakarta tengah menghadapi gelombang besar gentrifikasi, terutama dengan adanya kebijakan tata ruang yang cenderung memprioritaskan sektor ekonomi dan komersial. Para kandidat cagub sendiri dalam dokumen visi misinya mengarahkan pembukaan ruang ekonomi baru dari pusat kota, pesisir, hingga pulau-pulau kecil. Di pusat kota, RK-Siswono berencana merevitalisasi kawasan pusat ekonomi dan memanfaatkan aset bekas pemerintah pusat
menjadi ruang komersil. Sementara di pesisir, RK-Siswono berencana mereklamasi teluk Jakarta dalam proyek Giant Sea Wall untuk mendirikan ruang komersil. Sedangkan PramonoRano berencana menjadikan pesisir sebagai ruang pertumbuhan baru. Di pulau-pulau kecil, Pramono-Rano berencana menjadikan Kepulauan Seribu sebagai pusat wisata kelas dunia.

Arah pembangunan tersebut tentu menjadi ancaman tersendiri bagi kelangsungan lingkungan hidup perkotaan, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Terlebih dalam visi misinya, para kandidat begitu minim gagasan dalam upaya pemulihan dan perlindungan lingkungan hidup yang saat ini sudah mengalami degradasi. Dalam konteks penurunan kualitas lingkungan para kandidat hanya memfokuskan upaya pemulihan kualitas udara, itu pun hanya di permukaan. Masalah lain seperti penurunan muka tanah, pencemaran badan air, kerusakan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil sama sekali tidak mendapat perhatian. Dalam kebutuhan RTH saja, hanya Pramono-Rano yang berani menarget angka pertambahan, itu pun tidak ambisius dan hanya 15%.

Rencana tersebut tentu akan diikuti pembangunan infrastruktur secara besar-besaran, khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang turut dilakukan dengan reklamasi sebagaimana menjadi program RK-Siswono dan Pramono-Rano. Dengan begitu, Jakarta, khususnya pesisir dan pulau-pulau kecil akan menerima tekanan yang berpotensi menambah kerusakan lingkungan yang saat ini sudah terjadi.

Pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kawasan wisata kelas atas dan bisnis juga berpotensi memperuncing konflik lingkungan. Saat ini saja, 74 pulau di Kepulauan Seribu sudah diprivatisasi yang berdampak pada terputusnya akses masyarakat lokal termasuk nelayan ke pulau-pulau tersebut. Selain itu, pembangunan semena-mena oleh pengembang beberapa pulau privat juga melahirkan konflik antara masyarakat dan pengembang. Konflik tersebut muncul akibat perusakan ekosistem melalui reklamasi dan pengerukan laut dangkal yang dilakukan secara semena-mena oleh pengembang. Pembangunan wisata kelas atas yang sudah tentu hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu tersebut pada akhirnya akan terus memperuncing konflik perebutan ruang yang saat ini tengah terjadi.

Bias Kelas dan Penanganan Penurunan Kualitas Lingkungan

Dari segelintir persoalan penurunan kualitas lingkungan hidup seperti penurunan kualitas dan muka tanah, pencemaran air, pencemaran udara, serta kerusakan ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, hanya pencemaran udara yang mendapat perhatian dari para kandidat cagub. Meski begitu, solusi yang diusulkan para kandidat masih cenderung berfokus pada hal teknis di permukaan ketimbang menyentuh persoalan struktural. Dalam isu sampah, RKSiswono cenderung mengutamakan pengelolaan berbasis daur ulang daripada menyusun sistem yang mencakup proses produksi sampai distribusi produk kebutuhan masyarakat. Begitu pula dalam isu pencemaran udara yang juga masih berfokus pada pendekatan teknis seperti manajemen lalu lintas oleh RK-Siswono dan penambahan alat pantau oleh PramonoRano. Padahal, persoalan polusi udara terdiri dari berbagai faktor struktural seperti keketatan regulasi, penegakan hukum terhadap sumber pencemar, serta sistem mobilisasi yangmengedepankan kendaraan pribadi.

Lebih lanjut, upaya penanganan polusi udara melalui Electronic Road Pricing (ERP), dan promosi kendaraan listrik justru terkesan bias kelas. ERP yang mengharuskan penambahan biaya berbasis emisi akan menambah beban pada kelompok pekerja dan masyarakat dengan pendapatan rendah yang tidak memiliki pilihan selain bergantung pada kendaraan pribadi. Terlebih angkutan publik di Jakarta belum sepenuhnya mencakup segala lapisan masyarakat di seluruh wilayah Jakarta. Kendaraan pribadi masih dianggap lebih murah dan fleksibel ketimbang angkutan publik. Dengan begitu, kelompok pekerja dan masyarakat dengan pendapatan rendah akan menanggung beban berlebih akibat penerapan kebijakan tersebut. Di sektor RTH, meski ada upaya penambahan namun beberapa pendekatannya masih eksklusif. RK-Siswono misalnya, merencanakan pembangunan RTH di atap gedung yang sudah jelas tidak dapat diakses oleh seluruh kalangan.

Fokus Keliru dalam Pengelolaan Sampah

Dalam penanganan persoalan sampah, dari ketiga kandidat hanya RK-Siswono yang memiliki perhatian. Secara umum, upaya pengelolaan sampah oleh RK-Siswono telah menunjukkan adanya upaya pengurangan sampah masuk ke TPST Bantargebang. Namun di sisi lain, masih ada kekeliruan fokus. Fokus pengurangan sampah yang usung oleh RK-Siswono masih berbasis daur ulang, bukan pengurangan pada rantai pasok yang mencakup produksi dan distribusi produk kebutuhan masyarakat. Tanpa intervensi pada rantai pasok tersebut, produksi sampah di Jakarta akan terus meningkat yang diikuti dengan peningkatan beban pengelolaan sampah di hilir. Pada gilirannya, penambahan beban pengelolaan di hilir akan turut menambah produksi emisi yang dihasilkan oleh sektor sampah.

Fokus pada Pendekatan Teknis, Infrastruktur, dan Jangka Pendek

Dalam mengatasi permasalahan lingkungan, pendekatan yang digunakan para calon cenderung bersifat teknis, bergantung pada infrastruktur, dan berjangka pendek. Hal ini dapat dilihat pada strategi normalisasi sungai, pembangunan tanggul maupun pengembangan danau retensi untuk mengatasi banjir Jakarta. Hanya saja akar masalah banjir Jakarta adalah pengelolaan tata ruang yang buruk. Sampai saat ini saja, hampir 90% permukaan Jakarta sudah terbangun. Kemampuan tanah dalam menyerap airjuga hanya 10% yang menyebabkan 90% air menjadi genangan.

Pendekatan serupa juga digunakan para kandidat untuk mengatasi banjir di pesisir yang diakibatkan peningkatan muka air laut dan penurunan muka tanah. Baik RK-Siswono dan Pramono-Anung, keduanya mengusung proyek titipan pemerintah pusat, yaitu Giant Sea Wall. Proyek ini, alih-alih menawarkan solusi yang menyasar akar masalah, hanya memperkuat ketergantungan pada pendekatan infrastruktur yang mahal dan berpotensi merusak ekosistem pesisir. Masalah utamanya, yaitu penurunan muka tanah yang diakibatkan aktivitas di darat, tidak mendapat banyak perhatian.

Proyek penanganan masalah lingkungan dengan pendekatan teknis dan infrastruktur tanpa dibarengi pemulihan tata ruang yang adil dan berkelanjutan ekologis tidak akan menuntaskan permasalahan dan hanya bersifat jangka pendek. Kemampuan lingkungan alami untuk menghadapi banjir, baik di darat ataupun di pesisir harus diperbaiki sehingga solusi penanganan banjir tidak bersifat sementara. Lagi pula, pengadaan proyek-proyek besar untuk menangani banjir tersebut tutut mengancam kehidupan masyarakat lokal yang sering kali dikorbankan dalam bentuk penggusuran paksa.

Solusi palsu Penanganan Masalah Lingkungan

Strategi para kandidat Cagub DKI Jakarta dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup juga masih mengandung solusi palsu. Pada strategi untuk mengatasi dampak krisis iklim, Giant Sea Wall yang diusung RK-Siswono dan Pramono-Rano lebih tepat disebut infrastruktur pembuka ruang ekonomi baru ketimbang tanggul pengaman kota. Sebab, sebagaimana program dalam dokumen visi misinya, Giant Sea Wall tersebut akan berupa dataran reklamasi yang kelak ditujukan untuk kepentingan komersil, khususnya kawasan wisata dan bisnis. Reklamasi sendiri akan memberi tekanan berlebih pada lingkungan dan memiliki potensi merusak ekosistem laut. Pada akhirnya, kerusakan ekosistem yang laut yang diakibatkan dari pembangunan Giant Sea Wall tersebut akan berdampak pada kelompok masyarakat yang hidup bergantung dari laut seperti nelayan.

Jika untuk mengamankan kota, tanggul pantai saja sudah cukup tanpa perlu diikuti infrastruktur di atas lahan reklamasi. Tanggul pantai pun tidak dapat dijadikan sebagai solusi jangka panjang. Sebab masalah utamanya, yaitu kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah akan terus terjadi. Perlu ada tindakan untuk menghentikan faktor utama tersebut.

Di sisi lain, strategi penanganan polusi udara berupa dorongan penggunaan kendaraan listrik pun juga tidak lebih dari solusi palsu. Kendaraan berbasis listrik tidak akan memperbaiki kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Sebab rantai pasok dari kendaraan listrik telah membuka kerusakan lingkungan dan konflik baru di hulu produksinya, yaitu tambang nikel. Sumber energi dari kendaraan listrik pun masih didominasi oleh energi fosil yang terus memperparah kualitas udara dan krisis iklim. Bisa dibilang, strategi penggunaan kendaraan listrik adalah strategi yang egois, untuk mengatasi polusi udara di Jakarta, calon pemimpin harus mengorbankan wilayah lain dengan merusak lingkungannya dan merampas ruang hidup masyarakatnya. Alih-alih mengurangi jumlah kendaraan pribadi, dorongan ini malah membuka ruang baru bagi konsumsi kendaraan tanpa adanya regulasi yang tegas untuk membatasi penjualan kendaraan pribadi di Jakarta.

Narahubung:
Juru Kampanye WALHI Jakarta
Muhammad Aminullah – 085695523194

  • All Posts
  • Aksi Kita
  • Isu Jakarta
  • Publikasi
    •   Back
    • Udara
    • Air Dan Tanah
    •   Back
    • Kasus
    • Aksi Masa
    •   Back
    • Siaran Pers
    • Catatan Akhir Tahun
    • Laporan Lingkungan Hidup
    • Produk Pengetahuan Lingkungan Hidup
    • Artikel
    • Kertas Rekomendasi
    • Lembar Fakta
    • Buletin
    •   Back
    • Transisi Energi
    • Bencana Iklim
    •   Back
    • Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
    • Tata Kelola Sampah
    • Krisis Iklim
    • Perempuan Dan Lingkungan Hidup
    • Perebutan Ruang
    • Pencemaran
    • Hak Atas Air
    • Pengelolaan Sampah
    • Plastik
    • Transisi Energi
    • Bencana Iklim
    • Ruang Terbuka Hijau
    • Sungai
    • Reklamasi
    • Udara
    • Air Dan Tanah
    •   Back
    • Pengelolaan Sampah
    • Plastik
    •   Back
    • Ruang Terbuka Hijau
    • Sungai
    • Reklamasi
Report KPUD

01/10/2024/

WALHI Jakarta menemui Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta pada Selasa, 1 Oktober 2024, untuk menegaskan urgensi isu…

Load More

End of Content.

Terima kasih telah mendaftarkan email anda Ops! Something went wrong, please try again.

Quick Links

Recent news

  • All Post
  • Aksi Kita
  • Isu Jakarta
  • Publikasi
    •   Back
    • Udara
    • Air Dan Tanah
    •   Back
    • Kasus
    • Aksi Masa
    •   Back
    • Siaran Pers
    • Catatan Akhir Tahun
    • Laporan Lingkungan Hidup
    • Produk Pengetahuan Lingkungan Hidup
    • Artikel
    • Kertas Rekomendasi
    • Lembar Fakta
    • Buletin
    •   Back
    • Transisi Energi
    • Bencana Iklim
    •   Back
    • Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
    • Tata Kelola Sampah
    • Krisis Iklim
    • Perempuan Dan Lingkungan Hidup
    • Perebutan Ruang
    • Pencemaran
    • Hak Atas Air
    • Pengelolaan Sampah
    • Plastik
    • Transisi Energi
    • Bencana Iklim
    • Ruang Terbuka Hijau
    • Sungai
    • Reklamasi
    • Udara
    • Air Dan Tanah
    •   Back
    • Pengelolaan Sampah
    • Plastik
    •   Back
    • Ruang Terbuka Hijau
    • Sungai
    • Reklamasi