Wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta mendesakak pemerintah untuk menghentikan proyek pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) yang masih menggunakan mesin insinerator. Desakan tersebut tidak terlepas dari putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang memenangkan gugatan warga Jakarta soal polusi udara serta komitmen Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam pengendalian polusi udara.
“Gugatan Polusi Udara Jakarta sudah dimenangkan, Pemerintah Pusat walaupun sudah banding tetap sudah diputus bersalah, dan Pemprov Jakarta tidak melakukan banding serta berkomitmen mengendalikan pencemaran udara. Sudah seharusnya proyek FPSA yang menggunakan incinerator dihentikan karena akan turut berkontribusi dalam pemcemaran udara Jakarta,” kata pengkampanye Walhi Jakarta, Muhammad Aminullah.
Insinerator sendiri merupakan salah satu teknologi thermal yang akan digunakan Pemprov DKI Jakarta untuk mereduksi jumlah sampah ibu kota. Sampai saat ini, pemerintah sudah menggunakan insinerator di Pembangkit LIstrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantargebang. Selain itu, pemerintah juga tengah berupaya membangun FPSA dengan insinerator di empat wilayah Jakarta.
Penggunaan insinerator sebagai alat pengolah sampah, kata Aminullah, akan berdampak buruk bagi lingkungan dan makhluk hidup. Sebab sampah yang dibakar akan menghasilkan beberapa senyawa yang sangat beracun, khususnya dioksin dan furan. Dioksin sendiri dalam banyak penelitian,merupakan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati, gangguan reproduksi, cacat lahir, hingga kanker. Dalam hal emisi gas rumah kaca, menurut laporan Evaluation of the Climate Change Impact of Incineration in the United Kingdom, setiap ton sampah yang diproses melalui insinerator menghasilkan sekitar 1,43 ton CO2. Dengan menggunakan estimasi tersebut, FPSA yang berkapasitas sekitar 2.000 ton sampah akan melepas 2.860 ton CO2 ke langit Jakarta setiap harinya. Jumlah CO2 tersebut setara dengan 5.600 sepeda motor yang berjalan bersamaan sejauh 5 km.
Selain itu, insinerator juga dapat melepas merkuri lebih banyak ketimbang PLTU batubara. New York Department of Conservation mencatat, satu unit incinerator melepas merkuri 14 kali lebih banyak ketimbang 1 unit PLTU batubara.
Lebih lanjut, Aminullah menyebut penggunaan insinerator di Jakarta merupakan proyek yang dipaksakan. Sebab, dalam proses pembangunannya, teknologi tersebut kerap mendapat penolakan dari masyarakat, bahkan ditinggal investor.
“Rencana FPSA Rorotan ditolak warga, FPSA mikro Tebet juga ditolak warga, ITF Sunter ditinggal Investor. Proyek ini lebih banyak merugikan masyarakat dan lingkungan tapi masih saja dipaksakan pemerintah,” kata Aminullah. Dia juga mendesak agar pemerintah menaati putusan PT DKI Jakarta terkait pengendalian polusi udara. Sebab kualitas udara merupakan bagian dari hak warga negara atas lingkungan yang baik dan sehat. Mengabaikan polusi udara berarti mengabaikan hak asasi manusia.
“Hukum sudah ditegakkan, tinggal pemerintah, mau mentaati hukum untuk mengutamakan keselamatan warga dengan menjaga lingkungan, atau sebaliknya, kembali melawan hukum dan menyebar polusi dengan membangun fasilitas pembakaran sampah,” tutup Aminullah.
Jakarta, 24 Oktober 2022
CP: Muhammad Aminullah – 085695523194