Pernyataan Sikap WALHI DKI Jakarta Merespon Peristiwa Banjir Banjir Jakarta, Darurat Ekologis. Koreksi Kebijakan Pembangunan dan Kebijakan Iklim! Jakarta-Banjir melanda sebagian Jakarta dan daerah sekitarnya sejak hari Kamis (18 Februari 2021) hingga saat ini. Banjir telah mengakibatkan ribuan orang mengungsi, melumpuhkan aktivitas warga dan dampak turunan dari banjir seperti penyakit akan mengintai warga. Peristiwa banjir di DKI Jakarta dan daerah sekitarnya terus berulang, dengan intensi yang berbeda. Namun banjir yang terjadi tahun ini semakin berat kondisinya, karena banjir terjadi di tengah situasi DKI Jakarta masih dibelit pandemi Covid-19. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) DKI Jakarta telah mengingatkan sebelumnya, bahwa berbagai krisis lingkungan hidup yang terjadi di Ibukota negara dan wilayah-wilayah penyanggahnya akan terakumulasi dan memicu bencana ekologis yang intensitasnya akan semakin meningkat dan korban yang tidak sedikit. Banjir Jakarta menjadi peringatan keras bagi pengurus negara, khususnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi yang berada di sekitar wilayah DKI Jakarta bahwa kita sudah berada pada situasi darurat ekologis, dan krisis iklim akan semakin memperparah kondisi ini. Sebagaimana yang telah dilansir jauh-jauh hari sebelumnya oleh BNPB bahwa sebagian besar bencana yang terjadi di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi, tak terkecuali DKI Jakarta yang merupakan wilayah yang rentan dengan krisis iklim. Alih-alih melakukan tindakan mitigasi dan adaptasi untuk meminamilisir dampak bencana ekologis, Pemerintah tak juga memiliki political will untuk melakukan koreksi terhadap arah kebijakan ruang yang semakin eksploitatif terhadap alam. Kita tahu, bahwa krisis iklim disebabkan oleh kebijakan pembangunan dan ekonomi yang terus menggerus alam. Atas dasar itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) DKI Jakarta mendesak kepada pemerintah, baik pemerintah provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Pusat dan Pemprov Jabar dan Banten untuk: Pertama; Melakukan tindakan penanggulangan bencana dan upaya penyelamatan terhadap warga korban banjir, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan lansia. Memastikan terpenuhinya hak-hak warga, khususnya memastikan jaminan keselamatan dan kesehatan warga terdampak Kedua; Melakukan koreksi mendasar dan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pembangunan yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup dan keselamatan warga, antara lain proyek reklamasi, pemberian izin-izin bangunan dan lain-lain Ketiga; Melakukan upaya pemulihan, baik pemulihan lingkungan hidup yang sebelumnya telah dihancurkan oleh kebijakan pembangunan, maupun pemulihan ekonomi dan sosial warga yang terdampak banjir Keempat; Bertanggungjawab terhadap kerugian yang dialami oleh warga terdampak Kelima; Memastikan jaminan ketidakberulangan peristiwa banjir serupa terjadi, dengan memastikan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi bencana yang sejalan dengan mandatg UU Penanggulangan Bencana dan dengan melibatkan partisipasi warga. Keenam: Mengoreksi komitmen penurunan emisi (kebijakan NDC) Indonesia agar lebih ambisius, mengingat tingkat kerentanan Provinsi DKI Jakart dan wilayah Indonesia lainnya yang rentan dengan bencana iklim. Jakarta, 21 Februari 2021 WALHI DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi Direktur Eksekutiff
Survey WALHI Jakarta: Sosialisasi Dampak Buruk Kantung Belanja Plastik Sekali Pakai Belum Maksimal
Jakarta, 5 Februari 2021- Berdasarkan survey yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) DKI Jakarta pada pemuda dengan usia 16 sampai 30 tahun yang tinggal di Jakarta, sebanyak 47,33 persen dari mereka tidak mendapatkan informasi mengenai dampak buruk penggunaan kantung belanja plastik sekali pakai (KBPSP) terhadap lingkungan dan Kesehatan manusia. “Sosialiasi terkait dampak buruk penggunaan KBPSP menjadi penting, mengingat salah satu semangat yang digaungkan dalam Pergub DKI yang sudah berjalan lebih dari enam bulan ini adalah mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan limbah kantong plastik sekali pakai,” Kata Muhammad Aminullah, salah satu tim survey WALHI Jakarta. Selain itu, dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 142 tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantung Belanja Ramah Lingkungan (KBRL) Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat, para pengelola dan pelaku usaha di ketiga sektor itu wajib memberikan sosialisasi tersebut. Dalam survey yang dilakukan Januari 2020 ini, WALHI Jakarta juga menemukan masih ada sektor usaha yang menyediakan KBPSP. Sebanyak 76,54 persen anak muda yang mengikuti survey mengatakan mereka masih melihat penggunaan KBPSP di pasar rakyat, 9,47 persen melihat di pusat perbelanjaan, dan 8,64 persen melihat di toko swalayan. Berdasarkan catatan WALHI Jakarta, hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pengelola pasar rakyat sehingga masih banyak pelaku usaha yang menyediakan KBPSP. Sementara itu, hasil survey menunjukkan tren positif pada respon anak muda dimana sebanyak 97 persen responden mengatakan mereka sudah memiliki KBRL sendiri, hanya 3 persen yang mengatakan tidak memiliki KBRL. Dalam hal kebiasaan, dari total responden, hanya 8,64 persen yang mengatakan tidak pernah membawa KBRL ketika beraktivitas selain belanja dan 41,56 persen yang jarang membawa KBRL ketika beraktivitas. Sisanya, sebanyak 26,75 persen mengatakan mereka sering membawa KBRL ketika beraktivitas dan 23,05 persen selalu membawa KBRL. “Anak muda Jakarta memiliki memiliki peran yang sangat penting kedepannya, kalau anak mudanya Sudah memiliki cukup pemahaman dan gaya hidup hijaunya juga sudah tumbuh kita sebenarnya sudah melihat upaya upaya pengurangan sampah dan pencemaran lingkungan hidup,” Kata Tubagus Soleh Ahmadi, Direktur Eksekutif WALHI Jakarta. WALHI Jakarta menarik kesimpulan bahwa pergub ini berjalan dan direspon cukup baik oleh anak muda DKI Jakarta. Meskipun demikian, ada substansi yang menurut kami belum diangkat secara maksimal, yaitu mengurangi dampak lingkungan dan Kesehatan manusia yang diakibatkan limbah plastik. Namun baik pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat yang diatur dalam pergub ini masih belum efektif memberikan informasi kepada publik tentang dampak negatif kantong plastik sekali pakai.